BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan
negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang menjapai 17.508
pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km2 Wilayah lautan yang luas tersebut menjadikan Indonesia mempunyai
kekayaan dan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah
ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah
tropis dengan pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas
terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000
km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan
Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).
Potensi sumberdaya alam
kelautan ini tersebar di seluruh Indonesia dengan beragam nilai dan
fungsi, antara lain nilai rekreasi (wisata bahari), nilai produksi (sumber
bahan pangan dan ornamental) dan nilai konservasi (sebagai pendukung proses
ekologis dan penyangga kehidupan di daerah pesisir, sumber sedimen pantai dan
melindungi pantai dari ancaman abrasi) (Fossa dan Nilsen, 1996). Ditinjau dari
aspek ekonomi, ekosistem terumbu karang menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat
pesisir di sekitarnya (Suharsono, 1998).
Ekosistem terumbu karang
merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber
kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini
pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200
jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota
lainnya (Dahuri, 2000). Terumbu karang bisa dikatakan sebagai
hutan tropis ekosistem laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat
dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk mengetahui lebih terperinci tentang morfologi,
fisiologi, habitat, dan manfaat dari terumbu karang.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian
Terumbu Karang
Binatang karang
adalah pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Binatang karang yang
berukuran sangat kecil, disebut polip, yang dalam jumlah ribuan membentuk
koloni yang dikenal sebagai karang (karang batu atau karang lunak). Dalam
peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral,
sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang
menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu, sedangkan
Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup
dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di
terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu
karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di
Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan
koral. Di dalam terumbu karang, koral adalah insinyur ekosistemnya. Sebagai
hewan yang menghasilkan kapur untuk kerangka tubuhnya,karang merupakan komponen
yang terpenting dari ekosistem tersebut. Jadi Terumbu karang (coral reefs)
merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih,
hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan
komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. (Guilcher,
1988).
2.2 Tipe-
Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Jenisnya
Ada dua
jenis terumbu karang yaitu :
1.
Terumbu karang keras (seperti brain
coral dan elkhorn coral)
merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu
ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat
kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan
terhadap perubahan lingkungan.
2.
Terumbu karang lunak (seperti sea
fingers dan sea whips) tidak
membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang
yang tumbuh di sepanjang pantai di continental
shelf yang biasa disebut sebagai fringing
reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh
ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai
barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau
vulkanik yang disebut coral atoll.
2.3 Tipe-
Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Bentuknya
Terumbu
karang umunya dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu :
1.
Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau
karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar.
Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan
ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini
berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian
endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam,
pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi),
Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
2.
Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini
terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut
lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang
membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan
kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau
benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan
Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan
Banggai (Sulawesi Tengah).
3.
Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang
berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang
tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
4.
Terumbu karang datar/Gosong terumbu
(patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar
(flat island). Terumbu ini tumbuh
dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis,
membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara
horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan
Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Beberapa Spesies Terumbu Karang di
Indonesia dan Klasifikasinya
1. Acropora cervicornis
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora
cervicornis
Acropora
cervicornis
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat dibedakan.
Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.
Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat dibedakan.
Warna : Coklat muda.
Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.
Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..
Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.
2. Acropora acuminata
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora acuminata
Acropora
acuminata
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2 ukuran.
Warna : Biru muda atau coklat.
Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan Philipina.
Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2 ukuran.
Warna : Biru muda atau coklat.
Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan Philipina.
Habitat
: Pada bagian atas atau bawah lereng karang yang jernih atau pun
keruh.
3. Acropora micropthalma
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora micropthalma
Acropora
micropthalma
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.
Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.
Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.
Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.
Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.
Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.
Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.
Habitat
: Reef
slope bagian atas, perairan keruh dan lagun berpasir.
4. Acropora millepora
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora millepora
Acropora
millepora
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.
Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.
Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.
Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.
Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.
Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.
Habitat
: Karang
ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.
5. Acropora palmate
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora palmate
Acropora
palmatae
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 5-20 meter.
Ciri-ciri
: Koloni berbentuk cabang besar menyerupai tanduk rusa.
Warna
: Umumnya berwarna coklat muda sampai coklat
kekuningan.
Distribusi
: Tersebar di Perairan Indonesia, Karibia, dan Bahama.
Habitat
: Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.
6. Acropora hyacinthus
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora
hyacinthus
Acropora
hyacinthus
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 15-35 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk datar tipis dan struktur halus di permukaan.
Warna : Coklat, hijau, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Umumnya di lereng karang.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk datar tipis dan struktur halus di permukaan.
Warna : Coklat, hijau, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Umumnya di lereng karang.
7. Acropora echinata
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora echinata
Acropora
echinata
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentik tabung bercabang yang menyerupai tentakel.
Warna : Coklat, kuning, putih.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan dangkal yang hangat.
Ciri-ciri : Koloni berbentik tabung bercabang yang menyerupai tentakel.
Warna : Coklat, kuning, putih.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan dangkal yang hangat.
8. Acropora humilis
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora
humilis
Acropora
humilis
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk jari-jari pipih bercabang.
Warna : Ungu, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Perairan dangkal, ada juga di lereng karang.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk jari-jari pipih bercabang.
Warna : Ungu, merah muda.
Distribusi : Perairan Indonesia, Indo-Pasifik.
Habitat : Perairan dangkal, ada juga di lereng karang.
9. Acropora cytherea
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora cytherea
Acropora
cytherea
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 3-15 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk meja datar dengan struktur yang padat halus.
Warna : Krem, coklat, biru.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan tenang, atas dan bawah lereng karang.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk meja datar dengan struktur yang padat halus.
Warna : Krem, coklat, biru.
Distribusi : Indo-Pasifik barat.
Habitat : Perairan tenang, atas dan bawah lereng karang.
10. Siderastrea sidereal
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Siderastreidae
Genus
: Siderastrea
Spesies
: Siderastrea
sidereal
Siderastrea
sidereal
Kedalaman
: Karang ini banyak dijumpai hidup pada
kedalaman 7-14 meter.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk batu bulat besar.
Warna : Coklat keemasan, abu-abu.
Distribusi : Perairan Indonesia, Karibia.
Habitat : Perairan dangkal yang jernih.
Ciri-ciri : Koloni berbentuk batu bulat besar.
Warna : Coklat keemasan, abu-abu.
Distribusi : Perairan Indonesia, Karibia.
Habitat : Perairan dangkal yang jernih.
3.2 Faktor- Faktor
Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Ekosistem Terumbu Karang
·
Suhu
Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh
permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang
berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal
pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu
sampai dengan 36-40 °C.
·
Salinitas
Terumbu karang hanya
dapat hidup di perairan laut dengan salinitas air yang tetap di atas 30 ‰
tetapi di bawah 35 ‰ Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut
yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu
berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di
sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi
seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.
·
Cahaya dan Kedalaman
Kedua faktor tersebut
berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang
terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat
hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang
di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik
berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya
15-20% dari intensitas di permukaan.
·
Kecerahan
Faktor ini berhubungan
dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya
yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.
·
Gelombang
Gelombang merupakan
faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur
terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu
karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang
juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu
menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.
·
Arus
Faktor arus dapat
berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan
bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan
bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan
menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
·
Sedimen
Karang umumnya tidak
tahan terhadap sedimen. Karena sedimen merupakan faktor pembatas yang potensial
bagi sebaran karang di daerah dimana suhu cocok untuk hewan ini.
3.3
Penghuni Terumbu Karang
1.
Tumbuh- tumbuhan
Ganggang (alga) merupakan
suatu kelompok tumbuh-tumbuhan yang besar dan beraneka ragam yang biasanya
terdapat di dalam lingkungan akuatik. Mereka adalah produsen primer, seperti
yang telah diterangkan, mampu menangkap energi surya dan mnggunakannya untuk
menghasilkan gula dan senyawa majemuk lainnya dengan menyimpan energi.Lamun
adalah salah satu vegetasi yang hidup di sekitar terumbu karang. Lamun
mempunyai manfaat sebagai perangkap sedimen.
2.
Avertebrata
Hewan karang dari filum
Cnidaria merupakan kelompok- kelompok utama dari dunia hewan yang sangat
penting dalam ekologi terumbu karang. Filum Cnidaria itu dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu hydroid, ubur- ubur dan Anthozoa.
Berbagai jenis cacing
hidup di terumbu karang. Kebanyakkan memiliki ukuran kecil dan tidak kelihatan.
Cacing berperan dalam proses erosi yang dilakukan oleh hewan secara alami, yang
disebut bioerosi, dari batuan kapur menjadi pecahan kapur sampai ke pasir
dengan mliang pada batuan tadi.
Crustacea merupakan
klompok yang amat terkenal dari filum Arthropoda yang hidup dalam terumbu
karang. Mereka terdiri dari teritip, kepiting, udang, lobster dan udang
karang.
Banyak hewan Crustacea
ini mempunyai hubungan khusus dengan hwan lain di terumbu karang. Teritip
menempel pada beberapa substrat seperti penyu dan kepiting; udang pembersih
dengan beberapa ikan; atau udang kecil bwarna dengan anemone.
Molusca menyumbangkan
cukup banyak kapur kepada ekosistem terumbu yang merupakan penyumbang penting
terbentuknya pasir laut. Keanekaragaman Mollusca memainkan peranan penting di
dalam jaringan makanan terumbu karang yang rumit ini. Mereka juga menjadi dasar
bagi perdagangan besar cangkang hias dan penunjang utama perikanan kerang dan
cumi- cumi.
Echinodermata adalah
penghuni perairan dangkal dan umumnya terdapat di terumbu karang dan padang
lamun. Bintang laut yang omnivora memakan apa saja mulai dari sepon, teritip,
keong dan kerang.Teripang mendiami sebagain besar terumbu karang dan memakan
alga dan detritus dasar. Mereka mempunyai alami sedikit dan manusia barangkali
yang menjadi pemangsa yang rakus.
3.
Ikan Karang
Ikan karang terbagi dalam
3 (tiga) kelompok yaitu:
(1) ikan target yaitu
ikan-ikan yang lebih dikenal oleh nelayan sebagai ikan konsumsi seperti Famili
Serranide, Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae;
(2) kelompok jenis
indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator bagi kondisi kesehatan
terumbu karang di suatu perairan seperti Famili Chaetodontidae; dan
(3) kelompok ikan yang
berperan dalam rantai makanan, karena peran lainnya belum diketahui seperti
Famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Siganidae, Muliidae,
Apogonidae (Adrim, 1993).
Banyak ikan yang
mempunyai daerah hidup di terumbu karang dan jarang dari ikan-ikan tersebut
keluar daerahnya untuk mencari makanan dan tempat perlindungan. Batas wilayah
ikan tersebut didasarkan pada pasokan makananan, keberadaan predator, daerah
tempat hidup, dan daerah pemijahan.
4.
Reptilia
Reptiilia yang terdapat
pada ekosistem terumbu karang hanya dua kelompok yaitu, ular laut dan penyu.
Dua klompok ini terancam punah. Ular ditangkap untuk kulitnya, dan penyu
terutama untuk telurnya.
3.4 Manfaat Ekosistem Terumbu Karang
·
Dari segi ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai
estetika dan tingkat keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber makanan, bahan obat – obatan ataupun sebagai objek wisata
bahari.
·
Ditinjau dari fungsi ekologisnya, terumbu karang yang sangat
penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas
fisik, yaitu mampu menahan hempasan gelombang yang kuat sehingga dapat
melindungi pantai dari abrasi
·
Adapun dari sisi social ekonomi, terumbu karang adalah sumber
perikanan yang produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan,
penduduk pesisir, dan devisa Negara yang berasal dari devisa perikanan dan
pariwisata.
3.5
Faktor- faktor yang Merusak Terumbu Karang
Indonesia memang kaya
akan keanekaragaman hayati nya termasuk di laut. Karena Indonesia termasuk
negara kepulauan. Saat ini salah satu ekosistem yang memiliki peranan penting
yaitu terumbu karang, kini mulai rusak. Hal ini disebabkan oleh :
a. Pengendapan kapur
Pengendapan kapur dapat
berasal dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah
(erosi) yang akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga karang
tidak dapat tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen.
b. Aliran air tawar
Aliran air tawar yang
terus menerus dapat membunuh karang, air tawar tersebut dapat berasal dari pipa
pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir
ke wilayah terumbu karang.
c. Berbagai jenis limbah
dan sampah
Bahan pencemar bisa
berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan,
pabrik, pertambangan dan perminyakan.
d. Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi
dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2
diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan
naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring
dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi
terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
e. Uji coba senjata
militer
Pengujian bahan peledak
dan nuklir di laut serta kebocoran dan buangan reaktor nuklir menyebabkan
radiasi di laut, bahan radio aktif tersebut dapat bertahan hingga ribuan tahun
yang berpotensi meningkatkan jumlah kerusakan dan perubahan genetis (mutasi) biota
laut.
f. Cara tangkap yang
merusak
Cara tangkap yang merusak
antara lain penggunaan muro-ami, racun dan bahan peledak.
d. Penambangan dan
pengambilan karang
Pengambilan dan
penambangan karang umumnya digunakan sebagai bahan bangunan. Penambangan karang
berpotensi menghancurkan ribuan meter persegi terumbu dan mengubah terumbu
menjadi gurun pasir bawah air.
e. Penambatan jangkar dan
berjalan pada terumbu
Nelayan dan wisatawan
seringkali menambatkan jankar perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan
dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya yang sangat merusak
koloni karang.
f. Serangan bintang laut
berduri
Bintang laut berduri
adalah sejenis bintang laut besar pemangsa karang yang permukaanya dipenuhi
duri. Ia memakan karang dengan cara manjulurkan bagian perutnya ke arah koloni
karang, untuk kemudian mencerna dan membungkus polip-polip karang
dipermukaan koloni tersebut.
3.6
Metodologi Pengambilan Sampel Terumbu Karang
Beberapa metode yang umum
digunakan oleh peneliti dalam menggambarkan kondisi terumbu karang adalah:
1. Metode Transek Garis
2. Metode Transek Kuadrat
3. Metode Manta Tow
4. Metode Transek Sabuk
(Belt transect)
Berikut akan kita coba
menjelaskan secara ringkas masing-masing metode tersebut:
1.
Metode Transek garis
·
Prinsip: menggunakan suatu garis transek yang diletakan diatas
koloni karang.
·
Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas
karang dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat
(pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang
diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form) dan
dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karang
hingga tingkat genus atau spesies.
·
Pemilihan lokasi survei harus memenuhi persyaratan keterwakilan
komunitas karang di suatu pulau. Biasanya penentuan ini dilakukan setelah
dilakukan pemantauan dengan metode Manta Tow.
·
Peralatan yang dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter,
peralatan scuba, alat tulis bawah air, tas nilon, palu dan pahat untuk
mengambil sampel karang yang belum bisa diidentifikasi, dan kapal.
Garis transek dimulai
dari kedalaman dimana masih ditemukan terumbu karang batu (± 25 m) sampai di
daerah pantai mengikuti pola kedalaman garis kontur. Umumnya dilakukan pada
tiga kedalaman yaitu 3 m, 5 m dan 10 m, tergantung keberadaan karang pada
lokasi di masing-masing kedalaman. Panjang transek digunakan 30 m atau 50 m
yang penempatannya sejajar dengan garis pantai pulau.
Pengukuran dilakukan
dengan tingkat ketelitian mendekati centimeter. Dalam penelitian ini satu
koloni dianggap satu individu. Jika satu koloni dari jenis yang sama dipisahkan
oleh satu atau beberapa bagian yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap
sebagai satu individu tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di atas
koloni yang lain, maka masing-masing koloni tetap dihitung sebagai koloni yang
terpisah. Panjang tumpang tindih koloni dicatat yang nantinya akan digunakan
untuk menganalisa kelimpahan jenis. Kondisi dasar dan kehadiran karang lunak,
karang mati lepas atau masif dan biota lain yang ditemukan di lokasi juga
dicatat.
Cara pemasangan Transek garis (LIT)
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Akurasi data dapat diperoleh dengan baik
|
Membutuhkan tenaga peneliti yang banyak
|
Data yang diperoleh lebih banyak dan lebih baik seperti
struktur komunitas seperti persentase tutupan karang hidup/karang mati,
kekayaan jenis, dominasi, frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan
keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih menyeluruh
|
Dituntut keahlian peneliti dalam identifikasi karang,
minimal life form dan sebaliknya genus atau spesies
|
Struktur komunitas biota yang berasosiasi dengan terumbu
karang juga dapat disajikan dengan baik
|
Survei membutuhkan waktu yang lama
|
Peneliti dituntut sebagai penyelam yang baik
|
|
Biaya yang dibutuhkan juga relatif lebih besar
|
2.
Metode Transek Kuadrat (Quadrat Transek)
Metoda transek kuadrat
digunakan untuk memantau komunitas makrobentos di suatu perairan. Pada survei
karang, pengamatan biasanya meliputi kondisi biologi, pertumbuhan, tingkat
kematian dan rekruitmen karang di suatu lokasi yang ditandai secara permanen.
Survei biasanya dimonitoring secara rutin. Pengamatan didukung dengan
pengambilan underwater photo sesuai dengan ukuran kuadrat yang ditetapkan
sebelumnya. Pengamatan laju sedimentasi juga sangat diperlukan untuk mendukung
data tentang laju pertumbuhan dan tingkat kematian karang yang diamati.
·
Peralatan yang dibutuhkan adalah kapal kecil, peralatan scuba,
tanda kuadrat 1 m x 1 m dan sudah dibagi setiap 10 cm, kaliper, GPS dan
underwater camera.
·
Data yang diperoleh dengan metoda ini adalah persentase tutupan
relatif, jumlah koloni, frekuensi relatif dan keanekaragaman jenis.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
·
Data
yang diperoleh lengkap dengan mengambar posisi biota yang ditemukan pada
kuadrat, dengan bantuan underwater photo
·
Sumber
informasi yang bagus dalam pemantauan laju pertumbuhan, tingkat kematian,
laju rekruitmen
|
·
Proses
kerjanya lambat dan membutuhkan waktu lebih lama.
·
Peralatan
yang digunakan tidak praktis dan susah bekerja pada lokasi yang berarus
·
Metode
ini cocok hanya pada luasan perairan yang kecil
·
Sedimen
trap tidak bisa ditinggal dalam waktu lama dan tidak efektif pada daerah yang
berarus
|
3.
Metode Manta Tow
Metode Manta Tow adalah
suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu
kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan
pengamat (Gambar 1). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas
terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa
obyek yang terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup (karang
keras dan karang lunak) dan karang mati.
Teknik Manta Taw
·
Peralatan yang Digunakan
Untuk melakukan pengamatan
terumbu karang dengan menggunakan metode Manta Tow ini diperlukan peralatan
sebagai berikut :
Kaca mata selam (masker),
Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel), Alat bantu renang di kaki
(fins), Perahu bermotor (minimal 5 PK), Papan manta (manta board) yang
berukuran panjang 60 cm, lebar 40cm, dan tebal 2 cm, Tali yang panjangnya 20
meter dan berdiameter 1 cm, Pelampung kecil, Papan plastik putih yang
permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir, Pensil, Penghapus, Stop
watch/jam, Global Positioning System (GPS)
·
Prosedur Umum Manta Tow
Pengamat ditarik di
antara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge), dengan kecepatan yang tetap
yaitu antara 3 ‐ 5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila ada
faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka
kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang
berada di belakang perahu. Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit,
kemudian berhenti beberapa saat untuk memberikan waktu bagi pengamat mencatat
data beberapa kategori yang terlihat selama 2 menit pengamatan tersebut ke
dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah mendapat tanda dari
pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu seterusnya
sampai selesai pada batas lokasi terumbu karang yang diamati.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Mudah dipraktikan
|
Survey secara tidak sengaja dapat dilakukan pada lokasi
diluar terumbu karang
|
Biaya yang dibutuhkan tidak terlalu mahal
|
Kemungkinan ada objek yang terlewatkan
|
4. Metode
Transek Sabuk (BELT TRANSECT)
Transek sabuk digunakan
untuk mengambarkan kondisi populasi suatu jenis karang yang mempunyai ukuran
relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu misalnya karang dari
genus Fungia. Metoda ini bisa juga untuk mengetahui keberadaan karang hias
(jumlah koloni, diameter terbesar, jumlah jenis) di suatu daerah terumbu
karang.
Panjang transek yang
digunakan ada 10 m dan lebar satu m, pengamatan keberadaan karang hias yang
pernah dilakukan oleh lembaga ICRWG (Indonesia Coral Reef Working Group)
menggunakan panjang transek 30 m dan lebar dua meter (satu m sisi kiri dan
kanan meteran transek). Pencatatan dilakukan pada semua individu yang menjadi
tujuan penelitian, yang berada pada luasan transek.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Pencatatan data jumlah individu lebih teliti
|
Waktu yang dibutuhkan cukup lama
|
Data yang diperoleh mempunyai akurasi yang cukup tinggi
dan dapat menggambarkan struktur populasi karang
|
Membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi karang secara
langsung dan dibutuhkan penyelaman yang baik
|
BAB V
KESIMPULAN
1.
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan
karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae
2.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan
ekosistem Terumbu Karang yaitu suhu, salinitas, cahaya, kedalaman, kecerahan,
gelombang dan arus.
3.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang penting,
karena tempat tinggal biota laut.
4.
Perubahan iklim merupakan faktor paling dominan dalam perusakkan
terumbu karang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia harus lebih mencintai
lingkungan.
5.
Indonesia dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang untuk
seluruh Indo-Pasifik. Indonesia memiliki areal terumbu karang seluas 60.000 km2
lebih. Sejauh ini telah tercatat kurang lebih 354 jenis karang yang termasuk
kedalam 75 marga.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Terumbu
Karang (Coral Reef).http://www.ubb.ac.id
Dahuri, Rokhim, 1999,
Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang, Lokakarya Pengelolaan dan
IPTEK Terumbu Karang Indonesia, Jakarta.
Guilcher Andre. 1988. Coral reef Geomorphology. John
Willey & Sons.Chhichester
Suharsono, 1994. Metode
penelitian terumbu karang. Pelatihan metode penelitian dan kondisi terumbu
karang. Materi Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu
Karang: 115 hlm.
Suharsono, 1996.
Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembagan Oseanologi. Proyek
penelitian dan Pengembangan daerah Pantai: 116 hlm.